Kamis, 05 Januari 2012

Peraturan Perundangan Terkait MIGAS Bidang Lingkungan

Pelaksanaan kegiatan organisasi (bidang MIGAS) harus mempertimbangkan penjagaan kualitas lingkungan, upaya untuk menjaga kualitas lingkungan dan ekosistemnya sudah diatur dalam peraturan dan perundangan. 

Perlu menjadi catatan bahwa peraturan perundangan terkait harus dikomunikasikan ke semua bagian organisasi terkait dan dipahami, dan ditunjukkan bukti pemenuhannya yang disebut sebagai pentaatan. Danjuga bahwa tidak setiap pasal dari PP tersebut teraplikasi dalam suatu organisasi, oleh karena itu perlu adanya dibuatkan semacam rangkuman PP yang berisi pasal/ayat yang teraplikasi di suatu organisasi.

Berikut beberapa diantaranya:

Pengendalian Pencemaran Air (termasuk persyaratan penetapan prosedur tanggap darurat sumur injeksi)
Per Men LH No.19 Tahun 2010 - BMAL Bagi Usaha Atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi

Pengendalian Pencemaran Udara
Per Men LH No.13 Tahun 2009 - BME Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi

Mekanisme memulihkan lahan terkontaminasi B3
Per Men LH No.33 Tahun 2009 - Pemulihan Lahan Terkontaminasi B3

Bahan Berbahaya dan Beracun (dan limbahnya)
Per Men LH No.18 Tahun 2009 - Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3
PP RI No.74 Tahun 2001 - Pengelolaan B3 (termasuk aturan pemberian simbol dan label)
Per Men LH No.03 Tahun 2008 - Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3
PP RI No.18 Tahun 1999 - Pengelolaan Limbah B3 j.o PP RI No.85 Tahun 1999

Penanganan Sampah
UU RI No.18 Tahun 2008 - Pengelolaan Sampah

Selasa, 03 Januari 2012

Inventarisasi Sumber Emisi di Industri MiGas

Sesuai konten dari PERMEN-LH-13/2009 mengenai
'Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau kegiatan Minyak dan Gas Bumi'

Perusahaan wajib mengidentifikasi:
1.       Outlet buangan/keluaran air
2.       Outlet emisi gas buang
3.       Limbah padat harian
4.       Limbah B3 harian (baik padat, cair, gas)

Pertama kita fokus untuk inventarisasi. Oleh karena itu, step pertama; adalah registrasi semua keluaran2 tersebut. Prinsipnya titik terluar dalam lingkup perusahaan, sebelum dikembalikan ke lingkungan (istilah umumnya dibuang), misal untuk emisi gas.

Langkah yang harus dilakukan:
1.       Identifikasi lokasi + diberi nama (kode) semua cerobong yang ada di fasilitas plant, 
2.       Identifikasi lokasi + dikasih nama (kode) outlet buangan dari fasilitas plant lainnya, walaupun nantinya masuk ke pengolahan air limbah (termasuk limbah domestik).

Untuk semua dan setiap cerobong (termasuk genset), setelah diberi identifikasi dan nama (kode), masing-masing cerobong tersebut dilengkapi data2nya (Identitas sumber emisi):
·         Nama sumber emisi
·         Jenis sumber emisi
·         Nama/kode cerobong
·         Dimensi cerobong (diameter, panjang x lebar, tinggi)
·         Bahan bakar
·         Kapasitas
·         Kandungan sulfur dalam Bahan Bakar (mg/Nm3)
·         Waktu operasional (jam/tahun)

Data2 diatas lebih mudah dimasukkan dalam tabel excel, untuk memudahkan pemantauan berkala.

Referensi terkait: PERMEN-LH No 13/2009.

Senin, 02 Januari 2012

Initial VIsit untuk Awal Penerapan SMK3 atau HSMS

Tidak jauh berbeda dengan penerapan SML (EMS-Environmental Management System), tahapan penerapan dimulai dengan memahami konsep dasar penerapan SMK3 atau HSMS (Health and Safety Management System).

Jika di SML yang menjadi fokus adalah manajemen lingkungan, sedangkan fokus dalam penerapan SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah kesehatan dan keselamatan manusia.  Prinsipnya, orang dapat bekerja dengan baik jika dapat terus menjaga kesehatannya dan tetap selamat dalam menjalankan pekerjaan.  Pekerja/karyawan, berangkat dari rumah dalam keadaan sehat dan tanpa cedera, dengan cara kerja yang baik dan taat aturan, pekerja/karyawan kembali ke rumahnya dalam kondisi tetap sehat dan tanpa cedera.  Faktor lelah adalah normal dialami oleh seseorang yang bekerja, akan tetapi kemampuan tubuh untuk kembali pulih dengan istirahat yang cukup, dapat dijadikan ukuran kesehatan seseorang tersebut.

Dalam memulai persiapan penerapan SMK3, hal-hal yang dicek pada saat kunjungan awal (initial visit) adalah:
  1. Identifikasikan tipe fasilitas dan produk yang dihasilkan, untuk menentukan tingkat bahaya di lokasi fasilitas/pabrik tersebut, seperti:
    • low risk (resiko rendah - jasa akuntan/administratif),
    • medium risk (resiko menengah - pabrik tekstil, elektronik),
    • high risk (resiko tinggi - pertambangan, minyak dan gas),
  2. Identifikasi sumber bahaya yang ada di fasilitas (kantor, control room, line produksi, kantin, mess, dsb.),
  3. Identifkasi pola pekerjaan apakah 3 shift, 2 shift, normal shift ataupun long shift,
  4. Kenali pergerakan orang, dimanapun terdapat kegiatan manusia, di lokasi tersebut akan berpotensi menimbulkan resiko,
  5. Kenali tipe pekerjaan yang dilakukan (administratif, hot/cold work, didalam atau di atas permukaan tanah, dsb.),
  6. Identifkasi sistem kendali dan informasi K3 yang sudah berjalan (STOP card, PTW - permit to work, JSA, patroli K3, toolbox meeting),
  7. Identifikasi mekanisme akses dan keluar dari fasilitas/pabrik, apakah remote area, di tengah perkampungan/pemukiman, di tengah kota, dsb.,
  8. Identifkasi ketersediaan akses untuk fasilitas medis dan untuk kondisi darurat,
  9. Secara visual melakukan observasi untuk seluruh elemen fasilitas, terutama di tempat tersembunyi, untuk memastikan tidak ada potensi resiko disitu,
  10. Identifikasi kesiapan peralatan tanggap darurat untuk siap dan layak pakai kapanpun dibutuhkan.

Selamat menerapkan.

Item To be Check untuk Persiapan Penerapan SML atau EMS

Memulai penerapan Sistem Manajemen Lingkungan dengan referensi ISO 14001 (masih versi 2004).

Pertama, pahami dahulu bahwa konsep dasar penerapan SML adalah, sumber daya alam (air, tanah, udara) pada saat awal digunakan, kualitasnya baik, oleh karena itu, ketika kita kembalikan ke alam, kualitasnya pun minimal sama baik (atau lebih baik).

Komponen utama penerapan SML, hal-hal yang dicek pada saat melakukan kunjungan awal (initial visit):
  1. Kenali dengan baik tipe proses yang berlangsung di fasilitas organisasi/pabrik (misal; batch/continuous, loop tertutup/terbuka, padat karya/otomatis),
  2. Identifikasi tipe produk yang dihasilkan, termasuk produk samping (by product) jika ada,
  3. Cek saluran keluaran/outlet buangan; saluran air buangan, gas (flare, cerobong), tempat sampah (limbah padat),
  4. Identifikasi apakah ada penggunaan B3 (Bahan Beracun Berbahaya),
  5. Identifikasi bagaimana penanganan, penyimpanan, penggunaan/komsumsi material B3 dan pembuangan limbah B3,
  6. Kenali sumber tenaga suatu fasilitas (pabrik) dapat beroperasi, apakah PLN, genset, boiler, dsb.,
  7. Identifikasi jumlah orang yang beraktifitas pada suatu satuan waktu, prinsipnya, setiap orang dapat menjadi penghasil limbah (melalui kegiatannya),
  8. Identifikasi tipe/jenis fasilitas yang tersedia dan berinteraksi (mess, kantin, pabrik, gudang, laboratorium),
  9. Identifikasi ketersediaan dan pengoperasian fasilitas pengolahan limbah (IPAL/WWTP)
Pastikan semua infiormasi yang diperoleh dicatat, atau difoto akan lebih baik, untuk mempermudah mengukur perubahan yang terjadi setelah initial visit (gap analysis awal) dilakukan.

Silahkan diterapkan.